Lombok Timur, 3 Feb 2025 – Gerakan Mahasiswa Pecinta Alam Rinjani Universitas Gunung Rinjani (Gempar UGR) menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Mineral dan Batubara (Minerba) yang memungkinkan perguruan tinggi mengelola wilayah izin usaha pertambangan (WIUP). Mereka mendesak seluruh perguruan tinggi di Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk menolak kebijakan tersebut.
Ketua Gempar UGR, Azhar Pawadi, menilai kebijakan ini berpotensi menghilangkan independensi akademik dan menggeser peran perguruan tinggi menjadi bagian dari industri ekstraktif. "Ketidakadilan di negeri ini sering kali berawal dari kebijakan. Jika kampus masuk ke bisnis tambang, maka fungsinya sebagai ruang intelektual akan hilang," kata Azhar, Senin (3/2/2025).
Ini bukan hanya tentang satu kampus, tetapi tentang masa depan dunia akademik yang harus tetap kritis dan berpihak pada lingkungan," tegas Azhar.
DPR RI sebelumnya telah menyepakati revisi keempat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba dalam Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025. Revisi ini memasukkan perguruan tinggi dan organisasi masyarakat keagamaan sebagai pihak yang dapat mengelola tambang mineral dan batu bara.
Gempar UGR menyerukan kepada seluruh kampus di NTB untuk menyatakan sikapnya terkait kebijakan ini. "Kami menunggu sikap resmi dari Rektor UGR dan pimpinan kampus lainnya. Jika akademisi tidak menolak, mahasiswa dan masyarakat harus bersatu untuk melawan," ujar Azhar.
Revisi RUU Minerba ini menuai kritik dari berbagai pihak, terutama terkait dampaknya terhadap lingkungan. Data dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan bahwa eksploitasi sumber daya alam, termasuk pertambangan, merupakan penyumbang utama pemanasan global dan degradasi lingkungan.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari perguruan tinggi di NTB terkait sikap mereka terhadap revisi RUU Minerba.
Komentar
Posting Komentar