Langsung ke konten utama

Pengangguran dan Gig Economy di Kalangan Gen Z: Tantangan Menuju Generasi Emas 2045

Sumber Foto : Tanoto Foundation 

Penulis : Rohman Rofiki 

OPINI -Indonesia bercita-cita mencapai "Generasi Emas 2045," sebuah visi besar yang bertepatan dengan peringatan 100 tahun kemerdekaan negara ini. Visi ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang unggul dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya, serta berdaya saing di kancah global. Namun, mewujudkan visi ini menghadirkan tantangan signifikan, terutama dalam konteks generasi muda, termasuk Gen Z.

Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, merupakan bagian integral dari demografi masa depan Indonesia. Mereka menghadapi tantangan besar, termasuk tingkat pengangguran yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, tingkat pengangguran di kalangan pemuda berusia 15-24 tahun mencapai sekitar 16%, jauh di atas rata-rata nasional yang berada di sekitar 6% . Situasi ini diperparah oleh dampak pandemi COVID-19, yang mempersempit lapangan pekerjaan dan memaksa banyak perusahaan untuk melakukan PHK atau pembekuan perekrutan.

Di tengah ketidakpastian ini, banyak anggota Gen Z yang beralih ke gig economy sebagai alternatif. Gig economy, yang mencakup pekerjaan freelance, kontrak, dan pekerjaan sementara lainnya, menawarkan fleksibilitas dan kesempatan untuk mengejar passion, namun juga membawa risiko ketidakpastian pendapatan dan kurangnya perlindungan sosial. Menurut laporan dari McKinsey & Company, sekitar 30% pekerja di Indonesia kini terlibat dalam gig economy, dengan sebagian besar berasal dari generasi muda . Ketergantungan pada gig economy tanpa dukungan kebijakan yang memadai dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi dan sosial bagi generasi ini.

Tantangan ini tidak hanya mempengaruhi kehidupan individu tetapi juga kapasitas kolektif bangsa untuk mencapai Generasi Emas 2045. Untuk mewujudkan visi ini, Indonesia harus memastikan bahwa Gen Z memiliki akses ke pendidikan berkualitas, pelatihan keterampilan, dan peluang kerja yang memadai. Misalnya, data dari World Economic Forum menunjukkan bahwa sekitar 40% dari keterampilan dasar yang diperlukan di berbagai industri di Indonesia akan berubah dalam lima tahun ke depan, menuntut peningkatan besar dalam pelatihan dan reskilling .

Selain itu, kebijakan sosial dan ekonomi yang inklusif diperlukan untuk mendukung pekerja di gig economy, termasuk perlindungan terhadap risiko pekerjaan tidak tetap. Kebijakan seperti ini akan membantu menciptakan stabilitas dan keamanan ekonomi, yang penting untuk mendukung produktivitas dan kesejahteraan Gen Z.

Dalam konteks menuju Generasi Emas 2045, Gen Z di Indonesia memegang peranan kunci sebagai penggerak utama masa depan. Oleh karena itu, tantangan yang mereka hadapi—baik itu dalam hal pengangguran maupun ketidakpastian di gig economy—harus diatasi melalui upaya kolaboratif dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Dengan demikian, Indonesia dapat memastikan bahwa generasi mudanya siap untuk membawa bangsa ini menuju masa depan yang cerah dan sejahtera.

Sumber:

1. Badan Pusat Statistik (BPS), "Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Berdasarkan Kelompok Umur."

2. McKinsey & Company, "The Future of Work in Indonesia."

3. World Economic Forum, "Future of Jobs Report 2020: ASEAN Insights."


#Opini #jurnalmerah #jurnalmerah.com #Genz #Gigeconomy

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tim IRON-EDWIN Tegaskan Komitmen pada Guru, TKD akan Dikembalikan seperti Era Ali Bin Dachlan

  Keterangan Foto : Konsolidasi Tim Pemenangan Kabupaten IRON-EDWIN Jurnalmerah.com, Lombok Timur , - Dalam konsolidasi yang digelar di Cafe Klasik, Sikur, Sabtu, 14 September 2024 calon bupati Lombok Timur, Khairul Warisin, menekankan pentingnya peningkatan kesejahteraan guru di Lombok Timur. Salah satu fokus utama yang disampaikan adalah pengembalian Tunjangan Khusus Daerah (TKD) bagi guru, seperti yang pernah diterapkan pada masa kepemimpinan Ali Bin Dachlan.  Khairul Warisin calon bupati Lombok Timur 2024 menyampaikan bahwa guru adalah elemen penting dalam pembangunan sumber daya manusia. "Guru adalah pilar utama dalam pendidikan, dan sudah saatnya mereka mendapatkan penghargaan yang layak. Kami berkomitmen untuk mengembalikan TKD seperti masa Ali Bin Dachlan, agar guru-guru di Lombok Timur merasa bangga dan dihargai atas peran mereka yang begitu vital," ujar Khairul. Ia juga menekankan bahwa program TKD ini bukan hanya soal tunjangan semata, tetapi merupakan upaya untuk ...

DPP GANAS Resmi Bentuk DPD di Kabupaten Sumbawa Barat

Keterangan Foto : Anggota GANAS SumbawaBarat,Jurnalmerah.com , 29 September 2024 — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Advokasi Nusantara (GANAS) telah resmi membentuk pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) GANAS Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Imran terpilih sebagai ketua, dengan Yanti Sosilawati sebagai sekretaris dan Maslah sebagai bendahara. Ketua DPP GANAS, Lalu Anugerah Bayu Adi, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan hadir dalam acara pembentukan DPD GANAS Sumbawa Barat. Ia menekankan bahwa kehadiran GANAS merupakan wadah perjuangan untuk masyarakat luas, bukan hanya di Lombok, tetapi juga untuk seluruh masyarakat Nusa Tenggara Barat. “Saya ucapkan banyak terima kasih telah hadir di acara pembentukan GANAS di Kabupaten Sumbawa Barat. Kepada pengurus DPD KSB yang terpilih, saya ucapkan selamat,” ungkap Anugerah. Anugerah juga menjelaskan bahwa gerakan utama GANAS adalah memberikan pendampingan hukum gratis bagi anggota dan masyar...

UGR: Surga Demokrasi dengan Sejuta Rektor

Di kaki Gunung Rinjani ujung timur pulau lombok, berdiri sebuah kampus yang namanya kerap disebut-sebut sebagai "Syurganya Demokrasi" – Universitas Gunung Rinjani (UGR). Sejak didirikan oleh Ali bin Dachlan, kampus ini dibangun di atas landasan kebebasan berpikir dan kreativitas mahasiswa. Sejak awal, UGR membanggakan dirinya sebagai ruang di mana setiap mahasiswa bebas berkreasi, bebas bersuara, bebas menyampaikan aspirasi tanpa batas. Dalam idealisme pendirinya, UGR adalah kampus yang memuliakan kebebasan individu dalam berkarya. Namun, apakah "syurga" ini masih setia pada mimpi besar pendirinya? Kenyataannya, UGR kini tak lebih dari panggung absurd di mana setiap sudut kampus menyaksikan parade para "rektor-rektor" dadakan yang memegang kekuasaan seolah tiada batas. "Sejuta rektor" itulah istilah yang santer di kalangan mahasiswa. Sebuah istilah sinis yang lahir dari ketidakpuasan atas perilaku birokrasi kampus yang bak serdadu tak bertuan. Di...