Langsung ke konten utama

Depresi dan Krisis Ekonomi: Pendorong Maraknya Kriminalitas di Nusa Tenggara Barat

 

Opini Berita: Rohman Rofiki S.Ak

Nusa Tenggara Barat (NTB) telah memasuki daftar provinsi dengan prevalensi depresi tertinggi di Indonesia, menurut data terbaru dari Survei Kesehatan Indonesia Kementerian Kesehatan. Dengan persentase depresi sebesar 1,3%, NTB menduduki posisi kesembilan dalam daftar ini. Jawa Barat menempati posisi tertinggi dengan 3,3%, diikuti oleh Kalimantan Timur (2,2%), Banten dan Sulawesi Selatan (1,7% masing-masing), DKI Jakarta dan DI Yogyakarta (1,5% masing-masing), Sulawesi Tengah (1,5%), Sulawesi Utara (1,4%), dan Sumatera Utara (1,2%).

Peningkatan angka depresi ini tidak hanya sekadar statistik; dampaknya tercermin dalam maraknya tindak kriminal di daerah tersebut. Kriminalitas seperti pembunuhan, kekerasan seksual, pencurian, dan pembegalan kini semakin sering menghiasi berita-berita di media lokal. Fenomena ini menggarisbawahi bagaimana kondisi ekonomi yang sulit dapat memicu peningkatan kejahatan.

Kemiskinan dan kesulitan ekonomi merupakan salah satu faktor utama. Ketika individu atau keluarga berada dalam kemiskinan, tekanan untuk memenuhi kebutuhan dasar dapat mendorong tindakan kriminal. Desperasi ekonomi sering kali memaksa orang untuk mengambil risiko yang ekstrem. Tingkat pengangguran yang tinggi juga berkontribusi signifikan terhadap peningkatan kriminalitas. Kurangnya pekerjaan dan pendapatan menyebabkan frustrasi dan ketidakstabilan sosial, yang dalam beberapa kasus berujung pada tindakan kekerasan.

Ketidaksetaraan ekonomi dalam masyarakat menciptakan ketegangan dan konflik sosial. Orang yang merasa tidak mendapatkan bagian yang adil dari kekayaan dan kesempatan mungkin merasa marah dan dendam, yang bisa memicu tindakan kriminal. Selain itu, kurangnya akses ke pendidikan dan peluang untuk kemajuan ekonomi menyebabkan siklus kemiskinan berkelanjutan. Kurangnya pendidikan juga berhubungan dengan peningkatan risiko keterlibatan dalam kegiatan kriminal.

Komunitas yang menghadapi kemiskinan kronis sering kali memiliki infrastruktur sosial yang lemah, seperti penegakan hukum yang tidak memadai dan kurangnya program-program sosial yang mendukung. Hal ini menciptakan lingkungan di mana kekerasan lebih mungkin terjadi. Krisis ekonomi, seperti resesi besar, meningkatkan tekanan pada masyarakat. Peningkatan stres finansial dan ketidakpastian ekonomi memicu meningkatnya kekerasan domestik dan kejahatan lainnya, termasuk pembunuhan.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan komprehensif dan multi-dimensi. Meningkatkan akses ke pendidikan dan pelatihan kerja sangat penting untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki keterampilan dan peluang kerja yang memadai. Selain itu, menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan stabil harus menjadi prioritas utama.

Penyediaan dukungan sosial dan layanan kesehatan mental juga menjadi kunci dalam membantu individu mengatasi tekanan psikologis dan ekonomi. Kebijakan redistribusi yang adil dapat mengurangi ketimpangan ekonomi, sementara memperkuat infrastruktur penegakan hukum akan memastikan bahwa kejahatan dapat ditangani dengan efektif dan adil.

Masalah kriminalitas terkait dengan faktor ekonomi dan depresi memerlukan kerjasama lintas sektor. Dengan memperbaiki kondisi ekonomi, menyediakan dukungan kesehatan mental, dan meningkatkan akses ke pendidikan serta peluang kerja, diharapkan angka kriminalitas dapat berkurang dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Kita harus menyadari bahwa ekonomi adalah sumber segala masalah dan, dengan demikian, solusi harus mencakup perbaikan di berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tim IRON-EDWIN Tegaskan Komitmen pada Guru, TKD akan Dikembalikan seperti Era Ali Bin Dachlan

  Keterangan Foto : Konsolidasi Tim Pemenangan Kabupaten IRON-EDWIN Jurnalmerah.com, Lombok Timur , - Dalam konsolidasi yang digelar di Cafe Klasik, Sikur, Sabtu, 14 September 2024 calon bupati Lombok Timur, Khairul Warisin, menekankan pentingnya peningkatan kesejahteraan guru di Lombok Timur. Salah satu fokus utama yang disampaikan adalah pengembalian Tunjangan Khusus Daerah (TKD) bagi guru, seperti yang pernah diterapkan pada masa kepemimpinan Ali Bin Dachlan.  Khairul Warisin calon bupati Lombok Timur 2024 menyampaikan bahwa guru adalah elemen penting dalam pembangunan sumber daya manusia. "Guru adalah pilar utama dalam pendidikan, dan sudah saatnya mereka mendapatkan penghargaan yang layak. Kami berkomitmen untuk mengembalikan TKD seperti masa Ali Bin Dachlan, agar guru-guru di Lombok Timur merasa bangga dan dihargai atas peran mereka yang begitu vital," ujar Khairul. Ia juga menekankan bahwa program TKD ini bukan hanya soal tunjangan semata, tetapi merupakan upaya untuk ...

DPP GANAS Resmi Bentuk DPD di Kabupaten Sumbawa Barat

Keterangan Foto : Anggota GANAS SumbawaBarat,Jurnalmerah.com , 29 September 2024 — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Advokasi Nusantara (GANAS) telah resmi membentuk pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) GANAS Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Imran terpilih sebagai ketua, dengan Yanti Sosilawati sebagai sekretaris dan Maslah sebagai bendahara. Ketua DPP GANAS, Lalu Anugerah Bayu Adi, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan hadir dalam acara pembentukan DPD GANAS Sumbawa Barat. Ia menekankan bahwa kehadiran GANAS merupakan wadah perjuangan untuk masyarakat luas, bukan hanya di Lombok, tetapi juga untuk seluruh masyarakat Nusa Tenggara Barat. “Saya ucapkan banyak terima kasih telah hadir di acara pembentukan GANAS di Kabupaten Sumbawa Barat. Kepada pengurus DPD KSB yang terpilih, saya ucapkan selamat,” ungkap Anugerah. Anugerah juga menjelaskan bahwa gerakan utama GANAS adalah memberikan pendampingan hukum gratis bagi anggota dan masyar...

UGR: Surga Demokrasi dengan Sejuta Rektor

Di kaki Gunung Rinjani ujung timur pulau lombok, berdiri sebuah kampus yang namanya kerap disebut-sebut sebagai "Syurganya Demokrasi" – Universitas Gunung Rinjani (UGR). Sejak didirikan oleh Ali bin Dachlan, kampus ini dibangun di atas landasan kebebasan berpikir dan kreativitas mahasiswa. Sejak awal, UGR membanggakan dirinya sebagai ruang di mana setiap mahasiswa bebas berkreasi, bebas bersuara, bebas menyampaikan aspirasi tanpa batas. Dalam idealisme pendirinya, UGR adalah kampus yang memuliakan kebebasan individu dalam berkarya. Namun, apakah "syurga" ini masih setia pada mimpi besar pendirinya? Kenyataannya, UGR kini tak lebih dari panggung absurd di mana setiap sudut kampus menyaksikan parade para "rektor-rektor" dadakan yang memegang kekuasaan seolah tiada batas. "Sejuta rektor" itulah istilah yang santer di kalangan mahasiswa. Sebuah istilah sinis yang lahir dari ketidakpuasan atas perilaku birokrasi kampus yang bak serdadu tak bertuan. Di...